Saya bukan pelanggan penerbangan Garuda Indonesia, tetapi saya ikut terkena dampak dari kisruh Garuda. Bukan berarti saya investor yang menanti IPO (Initial Public Offering) saham Garuda, atau sebagai supplier atau apalah yang berhubungan langsung dengan Garuda, bukan.. bukan itu yang saya maksud.
Sangat ironis jika perusahaan sebesar Garuda dan akan melantai di Bursa Saham, harus tercoreng hanya dengan loss data akibat kabel saja. Saya tidak mau berkomentar dengan adanya kemungkinan sabotase atau apalah yang biasa jadi bahan omongan politisi, namun yang ada dalam fikiran saya kenapa perusahaan sebesar itu tidak memiliki back up data yang baik. Biasanya perusahaan besar memiliki anggaran yang besar terkait soal IT-nya. Berapa Milyar yang dibelanjakan untuk memproteksi system mereka. Biarlah itu jadi bahan 'mumet'-nya mereka yang terkait soal itu.
Balik lagi, Sebagai pengguna jasa penerbangan domestik, kisruh Garuda berdampak jasa penerbangan yang lain. Saya yang biasa menggunakan jasa Lion Air terkena dampaknya pula. Kenapa bisa begitu? Usut-usut sih, pelanggan airline terbesar di Indonesia ini banyak menyerbu low end airline. Harga tiket yang biasanya di Rp. 300 rb sd Rp. 400 rb untuk penerbangan Surabaya-Balikpapan melonjak menjadi Rp. 1,2 juta atau melonjak 3 kali lipat. Azas harga vs permintaan berlaku. Plan ke Balikpapan hari selasa ternyata sold out, hari rabu tiket seharga Rp. 1,2 jt, begitu pula hari kamisnya, beruntung dengan semangat juang yang cukup tinggi tiket seharga Rp. 800 rb untuk penerbangan hari kamis sore masuk dalam genggaman. Beruntung ini bukan perjalanan dinas, hanya cuti yang masih punya spare waktu cukup untuk molor balik ke rumah. Hanya kerinduan menatap wajah istri tercinta dan membelai si buah hati yang masih dalam kandungan ibunya yang jadi tertunda. Jangan nendang-nendang perut mama ya nak, papa juga kangen pengen mengintip-mu nanti saat USG lagi.
Balik lagi, Gerbong yang dikomandani Pak Emirsyah Satar telah menunjukkan kinerja yang bagus, kenapa harus tercoreng dengan hal yang sepele. Semoga persoalan di Garuda segera selesai dan apa yang telah terjadi menjadi pelajaran yang berharga kedepan.
Sangat ironis jika perusahaan sebesar Garuda dan akan melantai di Bursa Saham, harus tercoreng hanya dengan loss data akibat kabel saja. Saya tidak mau berkomentar dengan adanya kemungkinan sabotase atau apalah yang biasa jadi bahan omongan politisi, namun yang ada dalam fikiran saya kenapa perusahaan sebesar itu tidak memiliki back up data yang baik. Biasanya perusahaan besar memiliki anggaran yang besar terkait soal IT-nya. Berapa Milyar yang dibelanjakan untuk memproteksi system mereka. Biarlah itu jadi bahan 'mumet'-nya mereka yang terkait soal itu.
Balik lagi, Sebagai pengguna jasa penerbangan domestik, kisruh Garuda berdampak jasa penerbangan yang lain. Saya yang biasa menggunakan jasa Lion Air terkena dampaknya pula. Kenapa bisa begitu? Usut-usut sih, pelanggan airline terbesar di Indonesia ini banyak menyerbu low end airline. Harga tiket yang biasanya di Rp. 300 rb sd Rp. 400 rb untuk penerbangan Surabaya-Balikpapan melonjak menjadi Rp. 1,2 juta atau melonjak 3 kali lipat. Azas harga vs permintaan berlaku. Plan ke Balikpapan hari selasa ternyata sold out, hari rabu tiket seharga Rp. 1,2 jt, begitu pula hari kamisnya, beruntung dengan semangat juang yang cukup tinggi tiket seharga Rp. 800 rb untuk penerbangan hari kamis sore masuk dalam genggaman. Beruntung ini bukan perjalanan dinas, hanya cuti yang masih punya spare waktu cukup untuk molor balik ke rumah. Hanya kerinduan menatap wajah istri tercinta dan membelai si buah hati yang masih dalam kandungan ibunya yang jadi tertunda. Jangan nendang-nendang perut mama ya nak, papa juga kangen pengen mengintip-mu nanti saat USG lagi.
Balik lagi, Gerbong yang dikomandani Pak Emirsyah Satar telah menunjukkan kinerja yang bagus, kenapa harus tercoreng dengan hal yang sepele. Semoga persoalan di Garuda segera selesai dan apa yang telah terjadi menjadi pelajaran yang berharga kedepan.
Komentar
Posting Komentar